Senin, 03 April 2017

BENCANA KEKERINGAN



ØIndonesia terletak di kawasan tropis sehingga mempunyai dua musim, penghujan dan kemarau.
ØAir merupakan salah satu kebutuhan manusia dan makhluk hidup lainnya untuk melangsungkan hidupnya
ØKuantitas air harus terpenuhi agar kebutuhan air cukup untuk kehdupan baik manusia maupun makhluk hidup lainnya
ØKekurangan air merupakan salah satu permasalahan yang dapat menimbulkan bencana
ØSecara sederhana kekeringan merupakan kondisi kekurangan air untuk mencukupi kebutuhan pokok.
ØKekeringan merupakan salah satu bencana alam yang dampak kerugiannya berlangsung pelan namun pasti dan biasanya kerusakan yang ditimbulkan bukanlah kerusakan fisik. 
 
PENGERTIAN KEKERINGAN
Kekeringan adalah berkurangnya curah hujan yang cukup besar dan berlangsung lama yang dapat mempengaruhi kehidupan tanaman dan hewan pada suatu daerah dan akan menyebabkan berkurangnya cadangan air untuk keperluan sehari-hari maupun kebutuhan tanaman, terutama terjadi pada daerah yang umumnya curah hujanya cukup umtuk tujuan semacam itu (Biro Cuaca Amerika Serikat, dalam Subyakto 1985).
 
MACAM KEKERINGAN
1.Kekeringan Hidrologis adalah gejala menurunya cadangan air (debit) sungai, waduk-waduk dan danau serta menurunya permukaan air tanah sebagai dampak dari kejadian kekeringan.
2.Kekeringan meteorologis merupakan kekeringan yang semata-mata akibat watak iklim wilayah, dalam hal ini di suatu wilayah pada saat-saat tertentu terjadi kekurangan air karena hujan lebih kecil daripada nilai evapotranspirasinya.
3.Kekeringan pertanian merupakan kekeringan yang berdampak pada bidang pertumbuhan tanaman

PENATAAN TATA RUANG DIPANDANG DARI PERSPEKTIF GEOSTRATEGI DAN GEOEKONOMI

KONSEP TATARUANG (Space) 

-muncul sebagai sebuah konsep moderen karena semakin intensifnya interaksi umat manusia pada ruang (space) yang dimanfaatkannya – spatial interaction, dengan dampak yang ditimbulkannya pada ruang fisik yang ditinggalinya (habitat)
-perkembangan pada abad ke-21 ini merupakan akibat dari proses kumulatif yang telah berjalan sejak Revolusi Industri pada abad ke-19 dan Globalisasi pada abad ke-20
-sebagai akibatnya : pada awal abad ke-21 ini makin hilang “free goods” seperti udara bersih, sumber air tawar, sumber flora-fauna, laut, hutan lindung, daerah resapan hujan (wetlands), dan lain sebagainya
-juga makin menjadi permasalahan mendasar seperti pemanfaatan ruang angkasa luar (outer space), laut kedalaman (deep sea), Kutub Utara dan Kutub Selatan, dan lain sebagainya, yang diusulkan G-7 dijadikan “human heritage”.

TATARUANG ABAD KE-21 DST 

Geography is destiny !
-Geostrategy
-Geopolitics
-Geoeconomics

(“lebensraum” suatu negara-bangsa)

Ruang Angkasa Luar

Ruang Udara

Permukaan Bumi

“ Weltanschauung” bangsa Indonesia
-konsep tradisional Tanah-Air (selat-selat dan laut-laut Nusantara adalah pemersatu, bukan pemisah suku-suku/daerah-daerah/pulau-pulau)
-konsep moderen RI: Wawasan Nusantara (archipelagic space) di dalam kaitan Law of the Sea (UN) – hanya AS yang tidak meratifikasinya (!)
-3 ALKI plus ALKI Selat Malaka dinyatakan sebagai jalur pelayaran internasional dengan tujuan damai

GLOBALISASI ABAD KE-20 DST
-telah menghilangkan batas antar-negara – batas darat, batas laut, batas udara
-
-KTT-KTT di Rio de Janeiro, Kyoto, dan Johannesburg mulai mengetengahkan perlunya “global coordination” – bahkan : “world government” – di dalam permasalahan-permasalahan lintas-batas berskala global seperti Global Warming, Ozone Depletion, Acid Rain, Nuclear Accident, dan lain sebagainya
-konsep “spatial development plan” bukan lagi sekedar pengaturan pemanfaatan tataruang oleh umat manusia, tapi sudah menjurus ke upaya-upaya menjaga kesinambungan faktor-faktor lingkungan dan sumber daya alam pada kurun waktu sangat lama ke depan

qMASALAH INDONESIA ABAD KE-21
-Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dengan panjang pantai tropis peringkat ke-1 dan panjang wilayah pantai peringkat ke-2 (sesudah Kanada), yang terletak pada wilayah Khatulistiwa yang teramat peka secara alamiah, Indonesia harus sadar terhadap keterkaitannya kepada tataruang global
-secara operasional harus dipertajam tentang penanganan permasalahan lintas-batas, karena bertetangga dengan banyak negara – India, Malaysia, Singapura, Vietnam, Philippina, Palau, PNG, Australia, Timor Leste; dan turut mempengaruhi lingkungan hidup di Thailand, Kamboja, Cina, Brunei Darussalam
-perkembangan Otda yang teramat pesat akan menimbulkan proses-proses berjangka-lama, baik di dalam negeri maupun secara regional
-
-Pada dasarnya, tanah pada dirinya tidak memiliki nilai, sampai saat kepada faktor tanah – sebagai faktor produksi – ditambahkan faktor modal (fisik dan dana), faktor teknologi/know-how, dan faktor wirausaha (entrepreneur) sebagai pengambil risiko.
-Pemahaman tentang tanah sebagai yang dikemukakan David Ricardo pada abad ke-18 ini, boleh dikatakan, diterapkan oleh negara yang berideologi Sosialisme – seperti RRT, Vietnam, bahkan Singapura. Di RRT dan Vietnam: tanah sepenuhnya dikuasai oleh negara, dan karena itu tidak menjadi objek spekulasi pemilik tanah seperti layaknya yang terjadi pada negara-negara yang menganut paham Kapitalisme Liberal. Di Singapura : pemerintah/negara memiliki hak “eminent domain”, yang dapat meniadakan hak milik individual/perusahaan atas sebidang tanah dalam hal diperlukan untuk kepentingan publik, dengan penerapan sistem ganti-rugi yang diatur secara hukum dan dengan memperhatikan ketetapan Tata Ruang dan harga pasar yang berlaku.
-Inilah yang menyebabkan para investor menghabiskan sebagian terbesar dana investasinya untuk membangun bangunan dan melengkapinya dengan peralatan dan mesin, dengan memperhatikan kandungan teknologi yang mutakhir. Pada negara-negara tersebut: bidang tanah yang diperlukan disewa dari pemerintah/negara, kalau perlu sampai 99 tahun (!) Di negara-negara Sosialis: bahkan para petani pun hanya dapat menyewa tanah dari pemerintah/negara, dan tidak dapat memilikinya. Dewasa ini luas bidang tanah tersebut tidak lagi dibatasi, meskipun harus dalam ketetapan Tata Ruang
-Pada negara-negara Kapitalisme Liberal: dana investasi disedot untuk pembebasan tanah dan penetapan legalitas kepemilikannya. Semakin hebat kegiatan spekulasi tanah oleh para spekulator – seperti dijumpai di perkotaan, maka semakin besar dana yang tersedot untuk biaya pembebasan tanah.

Tanah menjadi komoditi, yang seolah-olah pada dirinya sudah mengandung nilai, sehingga jual-beli tanah menjadikannya sebagai bahan spekulasi


-Boleh dikatakan : “start-up time” yang relatif lama dan “start-up cost” yang mahal dari kegiatan investasi, menjadi penghalang kegiatan investasi, langsung di negara-negara Kapitalisme Liberal. Padahal, secara ideologis, negara-negara Sosialis tidak secara otomatis bersedia menerima kehadiran Sektor Swasta, apalagi yang dominan dan berasal dari negara-negara asing

Mudahnya dan murahnya upaya memulai investasi tersebut berlaku pula pada proyek-proyek prasarana berskala besar – seperti Jalan Toll, Pelabuhan Peti Kemas, Bandara Kargo Udara, Pembangkit Tenaga Listrik, Terminal dan Sistem Distribusi Migas, dan sebagainya.

- Keadaan di negara-negara Kapitalisme Liberal akan semakin komplex bila tanah dikuasai oleh sebagian kecil spekulator, yang didukung izin prinsip dan memperoleh akses luas ke kredit bank pada “debt – equity ratio” yang tinggi. Keadaan akan menyerupai sitkon yang anarkis kalau mereka melakukan praktek KKN, praktek Mafia dan sebagainya untuk menguasai lahan. Yang muncul adalah praktek “rent-seeking” yang memperburuk pola pembagian pendapatan ; bahkan pola kepemilikan aset

-Kesulitan dalam hal tanah ini, kalau berlarut-larut, akan berpotensi memacetkan pembangunan prasarana ekonomi dan sosial. Pada giliranya : hal itu akan memperlambat laju pertumbuhan perekonomian, penciptaan kesempatan kerja, pengurangan jumlah kemiskinan. Bahkan dana investasi akan lebih banyak bergerak ke investasi portfolio, bukan ke sektor-sektor riil.
-Di dalam jangka-panjang hal itu akan menimbulkan “demonstration effect” di daerah perdesaan. Masyarakat di sana akan meniru perilaku para spekulator tanah di perkotaan, dan mempersulit pembangunan prasarana di daerah mereka. Hal ini akan semakin hebat apabila mereka tidak memiliki sertifikat tanah, karena mereka akan kembali ke hukum adat yang terkait unsur suku, agama, dan kebudayaan. Awas menjadi SARAT ! (Suku – Agama – Ras – Antar Golongan – Tanah)