Selasa, 09 April 2013

KIKIR



Manusia dikenal begitu tamak terhadap harta dan berbagai kesenangan di kehidupan dunia. Kebanyakan manusia sangat kikir untuk mengeluarkan hartanya dan enggan untuk berderma. Padahal Allah Ta’ala berfirman :
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَأَنفِقُوا خَيْراً لِّأَنفُسِكُمْ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta ta’atlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu . Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
(QS. At Taghaabun: 16)
Seharusnya seseorang tidak terkagum-kagum dengan orang yang sangat tamak terhadap dunia dan menampakkan padanya. Jika seseorang merasa cukup dengan apa yang ada pada manusia, dia akan memperoleh kecintaan mereka dan manusia pun akan mencintainya. Jika sudah demikian, maka dia akan selamat dari kejelekan mereka. Oleh karena itu, penting untuk mengulas akhlak mahmudah, salah satunya adalah zuhud.
Zuhud atau asetisisme (zuhd) termasuk kelompok sarana dari kebajikan sufi. Zuhud dianggap al-Ghazali sebagai suatu maqam yang mulia (syarif) dalam menuju Allah. Seperti halnya perhentian yang lain, zuhud juga dilukiskan tersusun dari ilmu, pembawaan dan amal. Cirri kebajikan ini dinyatakan lebih dulu dengan mengungkapkan makna zuhud secara  umum. Maknanya ialah mengalihkan nafsu (raghbah) dari sesuatu kepada sesuatu yang lebih baik. Jadi ada dua unsur dalam zuhud, yakni suatu darinya nafsu dialihkan (marghub ‘anhu) dan suatu yang kepadanya nafsu itu diapalihkan (marghub fihi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar